Total Tayangan Halaman

Sabtu, 12 November 2011

UNTUK APA KITA PUASA

Kita telah memasuki bulan Ramdhan untuk melaksanakan ibadah puasa. puasa adalah hari-hari yang mengasikan bagi orang-orang yang mencari kesejatian hidup, saat-saat yang sangat menggiurkan bagi setiap manusia yang sadar melakukan peperangan terhadap dunia, nafsu, milik, kekuasaan dan kesombongan.

Ada beberapa teman saya saat diskusi santai dalam pertemuan rutin silaturrahmi bertanya “untuk apa kita berpuasa”? itu hanya menyiksa diri, pertanyaan itu sederhana tetapi merupakan pertanyaan aksiologis yang tidak bisa dijawab sederhana wajib – haram atau halal dan haram, jawaban saya pada saat itu adalah bahwa kita berpuasa agar kita menjadi khairu ummah (umat yang terbaik) ketika kita telusuri dalam kitab-kitab tafsir, syarah hadist, fiqh dan utamanya yang bernuansa tasawuf , puasa dalam keragaman bentuk dan cara, ternyata mempunyai tujuan yang sama “membangun kualitas diri (ketaqwaan) dengan pola pengendalian hawa nafsu.

Terkait dengan puasa sebagai upaya pengendalian hawa nafsu, ibnu katsir dalam kitab tafsirnya – mengatakan, sejak Nabi Nuh as hingga Nabi Isa as puasa diperintahkan untuk dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan Nabi Adam as diperintahkan untuk tidak memakan buah khuldi, yang ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu. Begitu juga Nabi Musa dengan kaumnya juga berpuasa empat puluh hari, dalam Qs Maryam dinyatakan Nabi Zakaria dan Maryam sering mengamalkan puasa. Nabi Daud as pun melaksanakan dengan cara sehari berpuasa dan sehari berbuka pada tiap tahunnya. Nabi Muhammad Saw sendiri – sebelum diangkat menjadi rasul – telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulannya dan turut mengamalkan puasa asyuro yang jatuh pada tanggal 10 bulan muharram bersama masyarakat quraisy lainnya. Begitupula binatang dan tumbuh-tumbuhan (juga) dinyatakan melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telurnya, ayam harus berpuasa, demikian pula ular baginya untuk menjaga struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga ia tetap mampu melata dibumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa, jika tidak ia tidak akan bias menjadi kupu-kupu dan menyerbuki bunga. Jadi berpuasa merupakan sunnah thabi’iyah (tradisi alami) sebagai langkah untuk tetap survive atau dapat mempertahankan hidup.

Kini pertanyaan lanjutannya. Mengapa manusia enggan melakukannya? Terlebih lagi perintah puasa diembankan kepada umat Islam, tentu saja memiliki makna tersendiri. Karena ternyata puasa bagi setiap muslim bukan saja bermakna menahan diri dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan mereflesikan diri untuk turut serta hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk peka terhadap lingkungan.

Rahasia puasa, kita simak dalam kajian tafsir al-qur’an, ternyata ada pada kalimat singkat pada Qs Al Baqarah 183 pada ayat tersebut Allah mengakhiri dengan kalimat “La’allakum Tattaqquun” yang esensinya adalah “harapan” sekaligus “kepastian” perolehan kemampuan setiap pelakunya untuk memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap “Perut Besar” sebagai agama. Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk prilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang di dunia dan kelak diakherat.

Dalam hal ibadah puasa, Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki sejumlah besar dolar dan mereka yang memiliki sedikit uang recehan rupiah, atau bahkan yang tidak memiliki uang sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama, antara lain “lapar dan Dahaga”. Jika (ibadah) sholat dicita-citakan dapat menghapus citra arogansi (Kecongkakan) individual manusia dan oleh karenanya di wajibkan bagi setiap insane muslim; ibadah haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia dan diwajibkan bagi yang mampu; maka ibadah puasa diasumsikan sebagai kefakiran total setiap insane beriman yang bertujuan untuk mengetuk sensitivitas (kepekaan) manusia dengan metode amaliyah praktis dan memberitahukan kepada pelakunya bahwa kehidupan yang benar itu berada di balik kehidupan itu sendiri. Dan kehidupan ini memcapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki rasa atau turut merasakan bersama “berempati” bukan sebaliknya.

Puasa dapat difahami memiliki multifungsi. Dan ketika direnungkan setidaknya ada tiga fungsi utama ibadah puasa yang masing-masing berkaitan : (1) tahdzib (mengarahkan) (2) Ta’dib (Membentuk karakter) (3) tadrib (melatih) Puasa merupakan sarana untuk mengarahkan, membentuk karakter, serta medium latihan untuk mendidik setiap orang “menjadi manusia paripurna” yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa yaitu “Taqwa” dalam pengertian fungsionalnya adalah melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya dalam dua dimensi horizontal dan vertical. Taqwa merupakan wujud kesalehan individual dan sosial “ Khoirun Naasi Anfa’uhum Linnass”

Dinyatakan oleh para psikolog, bahwa ada sejenis kaidah Bahwa ketika cinta kepada diri sendiri menggelembung menjadi cinta kepada yang ada diluar dirinya karena Allah, maka rasa sakit yang diderita orang lainpun akan terasa sakit pada dirinya. Diketika orang berpuasa bias merasakan rasa lapar dan dahaga yang dialaminya, maka diapun dapat merasakan betapa lapar dan dahaga orang yang tidak memiliki makanan dan minuman pelepas lapar dan dahaga yang terus diderita kaum fakir, maka puasa sekali lagi mereplesikan kepekaan kepada sesame dan lingkungannya nabi Mengatakan “ Idza Thabahta Maraqotan Faaktir ma’aha wa ta’ahad jirronaka” maka bila dalam kehidupan ini tercipta cinta antara orang kaya yang lapar terhadap orang miskin yang lapar, maka untaian hikmah kemanusiaan di dalam diri menemukan kekuasaannya sebagai “Al Mubasyir” pembawa berita gembira dan al Muyassir pemberi kemudahan. Sebaliknya bila justru “kebencian” yang tercipta karena kita lupa dengan puasa maka hubungan kemanusiaan antar kita menjadi sangat “anergis”, antar manusia dan komunitas akan tercipta konflik berkepanjangan , setiap manusia bahkan akan bisa menjadi “srigala” bagi yang lainnya (Nauzubillah)

Selamat menunaikan ibadah puasa untuk menjadi yang pertama dan yang utama dalam berlomba untuk bersinergi, menjadi yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain sehingga bias menjadi khaoiru ummah dan menjadi Maslahat dunia dan akherat.

Tidak ada komentar: